Jumat, 15 April 2011

ANALISA POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA TERHADAP CINA PASCA REZIM SOEHARTO KHUSUSNYA DALAM KERJASAMA BIDANG EKONOMI

Siapakah macan Asia yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat saat ini? Spontan semua orang akan menjawab “ Cina.” Dengan pertumbuhan ekonomi yang menyaingi Amerika Serikat, Cina maju sebagai kekuatan baru dan peluang bagi negara-negara lain khususnya Indonesia untuk menjalin kerjasam dibidang ekonomi dan perdagangan. Jika kita berbicara tentang hubungan antara Republik Indonesia dan negara tirai bambu Cina, tentunya akan terdapat berbagai opini dan informasi yang menggambarkan betapa dinamisnya hubungan kedua negara ini. Dimulai sejak tanggal 13 April 1950[1], Indonesia memulai menjalin hubungan diplomatik dengan negara komunis. Akan tetapi pada tanggal 30 Desember 1067 hubungan keduanya dibekukan mengingat terjadinya gejolak di dalam negeri RI yang mengakibatkan berkembangnya stereotipe negatif terhadap kaum komunis sesuai dengan sejarah Gerakan G30S PKI.

Hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Cina sebenarnya terbagi dalam tiga fase. Fase pertama dimulai ketika Indonesia masih berumur dini, yaitu tepatnya lima tahun setelah kemerdekaan diproklamirkan. Indonesia dibawah pemerintahan Soekarno membentuk poros  Jakarta-Peking dan menegaskan bahwa Indonesia memiliki komitmen dalam menjalin kerjasama dengan Cina. Di bawah pemerintahan Soeharto, hubungan kedua negara pun dibekukan pada tahun 1967 hingga awal 1990 karena orde baru lebih memilih condong kepada Amerika Serikat. Ini mengakibatkan berbagai perubahan terutama dalam hal politik luar negeri Indonesia terhadap Cina.

Memasuki fase ketiga dimana rezim Soeharto mengakhiri kekuasaannya, hubungan diplomatik antara Cina dan Indonesia mengalami proses normalisasi mengingat selama kurang lebih tiga puluh tahun, keduanya berada dalam hubungan yang tidak kondusif. Gerbang kerjasama terutama di bidang ekonomi dan perdagangan mulai ditingkatkan dan menjadi simbol bahwa kedua negara berada pada sebuah babak baru dalam hubungan diplomatik. Dalam makalah ini, langkah-langkah kebijakan politik luar negeri pemerintahan pasca Soeharto akan diulas secara komperhensif sehingga akan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana politik luar negeri Indonesia terhadap Cina di era reformasi sampai saat ini dijalankan baik dalam hal kerjasama ekonomi, politik, maupun perdagangan. Selain itu dampak dari kerjasama ini akan dianalisa dengan kerangka teori yang dapat menjelaskan bagaimana sebenarnya politik luar negeri Indonesia terhadap Cina.

A.  Rumusan Masalah
Bagaimanakah politik luar negeri Indonesia terhadap Cina pasca pemerintahan Soeharto?

B.  Kerangka Teori
Dalam menganalisa data dan fakta yang diperoleh, berikut teori-teori dalam Hubungan Internasional khususnya teori politik luar negeri yang digunakanan
1.   Model adaptif
Ini adalah salah satu dari lima model dalam pembuatan kebijakan luar negeri Lyod Jensen. Model ini menekankan pada anggapan bahwa perilaku politik luar negeri difokusksan bagaimana negara merespon hambatan dan peluang yang tersedia dalam dunia internasional
2.   Dependency Theory ( Teori Ketergantungan)
Ketergantungan adalah keadaan dimana keadaan ekonomi suatu negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi negara lain.[2]
3.   Concordance strategy
Mengacu pada adanya suatu kepentingan yang saling menguntungkan. Namun, menyadari kapabilitasnya lebih kecil daripada negara A, maka para pembuat keputusan negara B akan berusaha untuk menjalin hubunga yang harmonis dengan negara A dengan cara mengambil kebijakan yang menghindari konflik dengan negara A. Negara B akan bertindak selaras dengan inisiatif-inisiatif negara A.[3]
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Deskripsi objek

Terdapat setidaknya tiga faktor yang membuat Indonesia berpikir untuk melakukan hubungan dengan Cina di awal 1990. Faktor yang pertama adalah kala itu Indonesia yang merupakan pemimpin dalam proses perdamaian di Kamboja melihat bahwa Cina sebagai pendukung kelompok Khmer rouge dibutuhkan untuk sama-sama dibawa ke meja perundingan demi memperlancar proses perdamaian. Keberhasilan Indonesia untuk hal ini dapat membuat Indonesia sukses sebagai mediator. Kedua, ambisi kuat Indonesia untuk muncul sebagai pemimpin Gerakan Non Blok hanya dapat terwujud apabila normalisasi hubungan dengan Cina dapat terwujud mengingat Cina juga merupakan negara yang tidak memihak ke blik manapun pada perang dingin. Ketiga, Indonesia yang ingin maju sebagai pemimpin regional kawasan Asia Tenggara membutuhkan normalisasi hubungan dengan Cina untuk memperkuat kepercayaan diri dan membantu meningkatkan kepercayaan anggota kawasan Asia Tenggara lainnya terhadap kepemimpinan Indonesia.[4]

Normalisasi hubungan ke arah yang lebih serius ditunjukkan ketika resim Soeharto jatuh. Kebijakan-kebijakan luar negeri yang selama ini seakan menjauhi negeri tirai bambu tersebut berubah menjadi bentuk politik luar negeri yang kooperatif selangkah demi selangkah. Dimulai dari pemerintahan Habibie, menjadi lebih kooperatif di era Gusdur, hingga kini pun kerjasama yang focus utamanya dalah ekonomi masih terjalin dibawah pemerintahan SBY.

Dalam memaparkan politik luar negeri Indonesia terhadap Cina pasca orde baru, penulis sengaja tidak membahas tentang kebijakan pemerintahan Habibie. Hal ini dikarenakan pada saat pemerintahan beliau, politik luar negeri Indonesia tidak banyak memiliki perubahan terhadap Cina dan focus utama masalah pemerintaha saat itu adala Timot Timur. Sehingga, penulis memutuskan untuk membahas kebijakan poliyik luar negeri RI terhadap RRC dari era Gusdur hingga SBY saat ini.
Politik luar negeri Indonesia terhadap Cina pasca kepemimpinan Soeharto  secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut :


a.   Pemerintahan Abdurrahman Wahid

Inilah saat dimana Cina memperoleh kedudukan yang istimewa dalam politik luar negeri Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan Cina yang menjadi negara pertama yang dikunjungi oleh Abdurrahman Wahid setelah pelantikan dirinya sebagai presiden yaitu pada tanggal 1-3 Desember 1999. Inilah babak baru yang meningkatkan hbungan kedua negara yang berujung pada kesiaan Cina memberikan bantuan keuangan, kredit, kerjasama dalam bidang keuangan, teknologi, pariwisata, serta counter trade di bidang energi, yaitu menukar LNG Indonesia dengan produk-produk Cina (Syamsul Hadi, 2009).[5] Di dalam negeri juga terjadi perubahan dimana Gusdur mencabut larangan-larangan diskriminatif terhadap penduduk Tionghoa dan menjadikan imlek sebagai salah satu hari raya nasional.

b.   Pemerintahan Megawati

Dalam pemerintahan Megawati Soekarnoputri, kerjasama terus berlanjut bahkan di arah yang lebih serius dengan ditandatanganinya MoU untuk membentuk forum energi antara kedua negara, tepatnya pada 24 Maret 2002, yang merupakan payung investasi Cina di Indonesia dalam bidang energi.[6] Selain itu, hubugnga keduanya juga lebih dieratkan dengan kegiatan kunjungan PM Zhu Rongji ke Jakarta pada 2001 dan kunjungan Megawati ke RRC pada 24-27 Maret 2002. Pemerintahan kedua negara bahakan telah memiliki kesepakatn untuk pembukaan konsulat jenderal baru baik di RRC maupun di Indonesia, serta pembentukan forum energ antar kedua negara. Indonesia juga menjual gas alam ke Cina sejak 2002 untuk pasokan provinsi Fujian dengan harga jual yang disepakati yaitu 2,4 dollar AS per ton dengan komitmen Indonesia selama 20 tahun[7]. Hal ini akan dianalisis, karena adanya kontroversi perihal kebijakan Megawati tersebut.

c.   Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

Kemajuan yang lebih pesat terjadi di era pemerintahan SBY, dibuktikan dengan adanya penandatangan MoU. Kerjasama keduanya lebih memiliki cakupan yang luas, tidak hanya ekonomi, tapi juga pendidikan, budaya, serta pertahan. Tercatat kegiatan ekspor impor kedua negara menunjukkan hasil yang signifikan, terbukti dengan adanya laporan volume perdagangan kedua negara yang menunjukkan angka 10 milyar dollar AS. Ekspor Indonesia ke Cina mencapai  US$ 6,6 milyar dan ekspor dari Cina mencapai US$5,84 milyar sehingga Indonesia mengalami surplus US$819 juta. Volume perdagangan juga meningkat sebesar 114,9% pada tahun 2008 menjadi US$ 26,8 milyar.[8] Surplus perdagangan Cina yang ditakar dari jumlah ekspor dan impor ternyata menunjukkan surplus yang sangat besar yaitu sejumlah US$ 3.61 milyar, sangat jauh bila dibandingkan dengan surplus yang diperoleh Indonesia.

Di bidang pertahanan, Indonesia juga mengambil kebijakan luar negeri yang kooperatif yaitu dengan kunjungan pejabat tinggi militer antar kedua negara dan kunjungan siswa Lemhannas ke Cina. Akan tetapi, Indonesia sebenarnya menghadapi kekhawatiran karena tidak hanya perdagangan yang dirasakan lebih mengungtungkan Cina, tetapi juga adanya ketidakseimbangan dalam masalah penanaman modal asing antara Cina dan Indonesia. Cina merupakan negara tujuan FDI terbesar dan jauh bila dibandingkan dengan Indonesia. Perdaganagn gas alam yang dipasok oleh Indonesia ke Cina juga menunjukkan angka defisit sejak 2006 dan melambung menjadi 16 milyar dollar AS di tahun 2008.

B.  Analisa Data

Setelah berbagai jenis kebijakan dan fakta yang terjadi antara hubungan Indonesia dan Cina pasca orde baru, analisa akan dilakukan dengan menggunakan teori-teori yang relevan dengan fenomena hubungan kedua negara.

Politik luar negeri Indonesia yang berubah menjadi sebuah kerjasama erat khususnya di bidang ekonomi dengan Cina pasca orde baru dilakukan karena adanya beberapa factor. Pertama, perubahan plotik yang diwarnai proses reformasi demokratik pasca rezim Soeharto. Indonesia mengalami proses perubahan politik yang memberikan tekanan tersendiri terhadap kestabilan dalam negeri. Gejolak politik saat itu membuat Indonesia terpuruk dalam perekonomian karena terjadi krisis moneter yang menampar sector-sector vital dalam negeri. Cina, yang merupakan salah satu negara yang sedang menunjukkan kepiawaiannya dalam bidang ekonomi menjadi pilihan bagi Indonesia dalam melakukan kerjasama untuk meningkatkan perekonomian. Kedua, perlakuan yang baik terhadap etnis Tionghoa dan pemulihan hubungan diplomatic dengan Cina juga merupakan upaya menunjukkan suatu proses demokrasi yang dijanjikan oleh era pasca orde baru.

Menganalisis perubahan kebijakan luar negeri yang dijalankan pemerintahan pasca orde baru, sesuai dengan teori model adaptif yang menekankan pada anggapan bahwa perilaku politik luar negeri difokusksan bagaimana negara merespon hambatan dan peluang yang tersedia dalam dunia internasional, para pemimpin pasca orde baru dihadapkan dengan fakta adanya kebutuhan untuk menjalin dengan Cina yang muncul sebagai kekuatan ekonomi baru di dunia internasional. Ini dilihat sebagai peluang dalam meningkatkan perekonomian yang terpuruk akibat krisis. Akan tetapi, mengkaji data yang tercatat, sebenarnya melalui kerjasama perdangan yang dijalankan kedua negara, Cina ternyata mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar daripada yang diperoleh oleh Indonesia. Hal ini dibuktikan oleh besarnya surplus perdagangan Cina dan kekhawatiran Indonesia akan hal ini. Kerjasam yang pada awalnya ditujukan untuk sama-sama memperoleh keuntungan, berujung pada keuntungan yang tidak merata. Apalagi jika kita melihat fenomena penjualan gas alam di pemerintahan Megawati yang mengakibatkan kerugian bagi Indonesia. Gas alam yang dipasok kie Cina sejak tahun 2002 ternyata hanya dihargai 1/8 harga pasaran gas internasional. Oleh sebab itu, pemerintah saat ini kesulitan dalam mengkaji bagaimana caranya agar Indonesia dapat memperoleh keuntungan yang seharusnya sesuai dengan standar harga internasional.

Akan tetapi, walaupun Indonesia menyadari akan adanya keuntungan yang tidak proporsional antar kedua negara dan cenderung merugikan Indonesia, pemerintah tetap menjalankan politik luar negeri yang kooperatif dan terkesan lunak terhadap Cina. Jika kita menggunakan teori ketergantungan (dependency theory) yang menggambarkan keadaan dimana keadaan ekonomi suatu negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi negara lain, Indonesia mengalami suatu ketergantungan ekonomi terhadap Cina. Bagaimanapun, Indonesia melihat bahwa kerjasama dengan Cina dapat memberikan pertumbuhan yang signifikan terhadap perekonomian bangsa.

Selain itu, bila kita mengacu pada Concordance strategy yang membuat Indonesia  sebagai negara yang berkapabilitas lebih kecil daripada Cina, kita dapat menarik analisa bahwa kerjasama ini tetap dilakukan agar menghindari konflik antar kedua negara. Indonesia pasca orde baru sepertinya memang bukanlah negara yang memiliki perekonomian yang stabil dan cenderung lemah. Di masa orde baru, Indonesia berani untuk membeekukan hubungan dengan Cina dikarenakan saat itu Indonesia disokong oleh kekuatan Ameriika Serikat baik secara ekonomi dan pertahanan.  Kenyataan sekarang jauh berbeda dan Indonesia dihadapkan pada situasi yang berbeda. Para pemimpin pasca orde baru juga tidak ingin menerapkan politik luar negeri yang ofensif terhadapa Cina. Hal ini dapat disebabkan karena adanya tuntutan masyarakat yang  menginginkan perubahan arah kebijakan yang nyata dan juga pertumbuhan ekonomi.

Akan tetapi, sebenarnya politik luar negeri Indonesia terhadap Cina perlu dikaji ulang oleh pemerintah. Indonesia memag sebaiknya tetap melakukan kerjasama di bidang ekonomi dengan Cina, akan tetapi bukan berarti Indonesia harus selalu tunduk akan kesepakatan yang sebenarnya mungkin memberatkan Indonesia. Seperti yang terjadi pada kasus penjualan gas alam di era Megawati. Jangan sampai hal seperti ini terulang dan malah menghambat pertumbuhan penerimaaan ekonomi negara. Cina yang saat ini tumbuh sebagai kekuatan ekonomi dunia yang menyaingi Amerika Serikat. Merupakan peluang yang bagus bagi Indonesia untuk melakukan kerjasama ekonomi, apalagi Cina juga telah menandatangai kesepakatan perdagangan bebas dengan negara-negara ASEAN (CAFTA). Walaupun pada kenyataannya Indonesia merasa khawatir akan kerjasama ekonomi ini, bagaimanapun pemerintah harus tanggap dan mencari jalan yang lebih baik dalam menerapkan politik luar negeri terhadap Cina.


















BAB III
Kesimpulan
Menganalisis politik luar negeri Indonesia terhadap Cina pasca orde baru berkuasa, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Cina merupakan partner kerjasama yang menjanjikan dalam bidang perekonomian. Hanya saja, kebijakan-kebijakan luar negeri yang ditempuh pemerintah pasca orde baru cenderung tidak mempertimbangkan keuntungan yang diperoleh Indonesia. Seharusnya pemerintah dapat menerapkan politik luar negeri yang tidak hanya kooperatif tapi juga memberi keuntungan terhadap negara. Dari awal pemerintahan Gudur sebenarnya kerjasama ekonomi mulai dibangun, hanya saja, kerjasam ekonomi tersebut harus dikaji ulang. Begitupun dengan adanya penandatangan berbagai MoU antara kedua negara, perlu pertimbangan kuat dan rasional dalam menetapkan kesepakatan sebelum Indonesia menandatangani perjanjian kerjasama tersebut.












DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Hadi, Wibowo Syamsul, 2009, Merangkul Cina : Hubungan Indonesia-Cina pasca Soeharto,PT Gramedia Pustaka, Jakarta
Sukma, Rizal, 2004, Indonesia and China: The Politics of a Troubled Relationship, Routledge, Jakarta
Jurnal :
Siswanto, Hasto, 2010,’ Pengaruh ekonomi dalam pembelokan arah politik luar negeri Indonesia’, Jurnal Diplomasi Membangun Ekonomi dengan Diplomasi Volume 2, Juni, pp.105-121
Website :
“Kerjasama Bilateral Tiongkok”, diakses pada tanggal 29 Desember 2010 dari
Sinaga, Lidya Christin, 2010, ‘Memaknai “Tahun Persahabatan” Indonesia Cina’ dalam LIPI Pusat Penelitian Politik “The Center of Political Study” diakses pada 29 Desember 2010 dari http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/politik-internasional/324-memaknai-tahun-persahabatan-indonesia-cina-

Yani, Yayan Mochammad, ‘Perspektif Politik Luar Negeri : Teorri dan Praktis’ diakses pada 29 Desember 2010 dari http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/perspektif_perspektif_politik_luar_negeri.pdf




[2]Hasto Siswanto Pengaruh ekonomi dalam pembelokan arah politik luar negeri Indonesia. Hal.1
[4] Hendra Staya Pramana. The Rise of China : Challenges and Opportunities for Indonesia and ASEAN. Dalam Jurnal Diplomasi, hal.111
[7] http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/08/24/01403476/kontrak.lng.dievaluasi
[8] Hendra Staya Pramana. The Rise of China : Challenges and Opportunities for Indonesia and ASEAN. Dalam Jurnal Diplomasi, hal.113

Tidak ada komentar:

Posting Komentar